-->

Kenek dan Angkot

Post a Comment
Kelompok kami, kelompok 4 modul IKK, yang terdiri dari aku, Iqoh, Widad, Nurul, Waode, Piti, Marwan, Harry, Surya, dan Kesma, adalah kelompok yang paling merakyat. Sejak awal ke Puskesmas Pamulang, kami berangkat naik ankot, pulangnya pun sama. Hal ini berlaku dalam setiap kunjungan kami, baik ke puskesmas maupun ke rumah pasien. Dan kantong kami hampir kering untuk bayar angkot tiap pergi.

Demi kelancaran urusan dengan abang angkot, secara tidak langsung kami mengangkat seorang kenek, dan terpilihlah Harry. Walaupun tidak pas sepuluh orang, tapi tidak mengurangi keceriaan kami dalam angkot.

Jalur yang biasa kami tempuh dari kampus adalah UIN-pasar ciputat-puskesmas pamulang. UIN-ciputat bayarnya 2 ribu, begitu pula ciputat-pamulang. Kalau pulang biasanya kami nyarter angkot sampai kampus2, harganya dari 30ribu sampai 40 ribu. Angkot yang biasa kami carter adalah pamulang-lebak bulus. Pernah juga carter "Muncul".

Setelah sekian hari naik angkot bareng, aku baru menyadari keganjilan yang dilakukan oleh kenek kami dan rupanya ditularkan ke kenek yang lain. Setiap kali mengumpulkan uang, Harry tidak memperhatikan siapa yang memberi uang dan siapa yang belum bayar, yang penting uang ditangannya pas. Sejak itu, aku harus mengingat-ingat sendiri, berapa uang yang sudah aku keluarkan. Kalau sudah lebih, maka aku tidak akan bayar lagi sampai uangku dihitung habis.

Saat berada di rumah Piti, Harry pulang duluan. Oleh karena itu, sehabis pulang dari rumah Piti kami harus mengangkat kenek pengganti. Entah bagaimana, akhirnya Surya yang terpilih. Malam itu kami tidak mencarter angkot karena kami cuma bertujuh dan kernek asli pulang duluan.

Surya mulai mengumpulkan uang dari kami, dan ia berhenti menagih ketika uangnya sudah cukup, padahal aku belum bayar. Rupanya dia sudah menyerap ilmu dari Harry, yang penting uangnya pas. Malam itu rupanya kami sudah cape semua. Tiga hari bolak-balik puskesmas plus posyandu. Malam terakhir sampai ke rumah Piti. Jadilah kami ngobrol banyak ngga nyambungnya.

Tiba-tiba Surya menyuruh angkot supaya ke kiri. Tanpa mikir, kami ikut aja turun dari angkot. Pas tengok kanan kiri, ternyata belum sampai pasar Ciputat. Waode ribut ingin naik S.10 biar langsung ke Bintaro. Tentu saja masih jauh di depan, di bawah jempatan. Mau ngga mau dia harus ikut kami naik D.02. Wah, rupanya Surya belum sepenuhnya menyerap ilmu dari Harry.

Surya kembali menagih bayaran. Setelah terkumpul semua, ia berkata pada Waode, "Nanti kamu aja ya yang kasih buat abang angkotnya, soalnya kita mau turun di Fatullah, kamu kan mau turun depan kampus 1 biar bisa naik S.10"


Dasar Surya mulai ngga nyambung lagi. Padahal kan Waode turunnya bareng sama kami. Justru yang turunnya masih lama adalah Widad, karena ia ingin ke Radio Ddalam. Mau ngga mau aku harus mengakui, Harry, ternyata kamu masih the best kenek, he...

Related Posts

Post a Comment