-->

TTL

Post a Comment

Kalau ditanya TTL-ku maka aku akan menjawab Astambul, 25 Februari. Maka sudah jadi kebiasaan orang akan bertanya Astambul itu dimana? Mungkin ada dua alasan kenapa orang menanyakannya. Pertama, kemiripannya dengan nama Istanbul, Turki. Kedua, karena memang tidak tahu lokasinya, ketika aku bilang ada di Indonesia, tepatnya kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Aku sempat berpikir, begitu tidak terkenalkan desa asalku sampai setiap orang menanyakannya. Hal itu sempat membutaku membuka google, untuk melihat apakah nama desaku dikenal di dunia maya. Ternyata, lumayan banyak situs yang menyebut kata Astambul, walau pun situs tersebut kebanyakan berasal dari daerah asalku. Tapi itu menandakan bahwa desaku bukanlah desa yang tidak diakui. Bahkan wikipedia memuatnya walau hanya beberapa baris.

Lalu apa yang salah dengan Astambul, sehingga menimbulkan pertanyaan setiap kali aku menuliskan biodata?

Akhirnya aku mendapatkan jawabannya ketika seorang pegawai Depag bertanya padaku, Astambul itu nama apa? Desa, kecamatan, atau kabupaten. Aku pun menjawab bahwa Astambul adalah nama kecamatan. Menurut beliau, penulisan tampat tanggal lahir yang benar adalah dengan nama kabupaten. Suatu cakupan wilayah yang lebih luas dari pada kecamatan dan lebih dikenal. Beliau pun memintaku agar menuliskan TTL-ku dengan nama kabupaten. Masalahnya sekarang adalah akta kelahiranku menggunakan nama Asambul, maka ijazahku dari TK sampai SMA pun mengikutinya. Haruskah aku mengubah semuanya?

Aku pun sempat bertanya pada teman-temanku di desa. Ternyata beberapa dari mereka malah ada yang menggunakan nama desa untuk menuliskan akta kelahiran, seperti Sungai Alat dan Sungai Tuan. Padahal desa merupakan satuan wilayah yang lebih kecil dari kecamatan. Maka aku pun masih harus bersyukur dengan akta lahirku yang menggunakan nama kecamatan.

Walaupun begitu, harus ada sosialisasi lebih lanjut jika memang akta lahir harus menggunakan nama kabupaten, supaya tidak terjadi masalah di kemudian hari. Aku sendiri pun awalnya merasa biasa saja ketika berada di desa. Tapi kini, ketika berada di Jakarta dan banyak yang mempertanyakannya, aku baru merasakannya. Walau begitu, aku masih menggunakan nama Astambul sampai sekarang, selama ia tidak menjadi sesuatu yang fatal. Dan aku bangga sebagai orang Astambul.

Related Posts

Post a Comment