Saat membaca artikel tentang pasien dengan manik bipolar, saya merasa kadang penulis terlalu melebih-lebihkan. Apakah seorang manik bipolar memang sedemikian rupa sampai orang di sekitarnya banyak yang tidak tahan menghadapinya.
Mungkin karena saya sendiri kadang dihadapkan pada dua mata sisi. Antara mengakui atau tidak bahwa saya adalah seseorang dengan manik bipolar.
Jika membaca berbagai artikel tentang manik bipolar, saya selalu berpikir, ah, saya ngga sampai segitunya kok. Artikel ini lebay sekali. Atau mungkin saya memang tidak mengidap manik bipolar seperti yang dikatakan dokter.
Tapi pada saat-saat tertentu, saya sadar, bahwa perubahan mood saya sangat cepat dan ekstrim, tidak sama dengan kebanyakan orang normal. Mungkin saya memang mengidap bipolar.
Sudah beberapa tahun saya memutuskan untuk berhenti minum obat maupun konsultasi ke dokter. Pengobatan utama bagi saya adalah agama dan keluarga, serta lingkungan yang mendukung saya.
Karena keluarga dan sahabat dekat tahu dengan keadaan mental saya, mereka cukup memaklumi dengan beberapa tindakan saya yang kadang di luar akal sehat. Setidaknya mereka tetap memantau bahwa saya tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Jangan menghayalkan keadaan saya separah artikel tentang manik bipolar yang pernah kalian baca. Menurut saya, dan beberapa teman saya, saya masih normal dan bisa bersosialisasi.
Tapi orang yang lama mengenal saya, akan tahu, bahwa dalam keadaan tertentu, saya bisa tiba-tiba melakukan hal yang mengejutkan. Ah, walaupun beberapa jam kemudian saya akan sadar dan memperbaikinya.
Saya beruntung karena memiliki agama. Walaupun kadang tindakan saya tidak terduga, saya tidak akan melanggar norma. Saya masih memiliki pikiran yang jernih, serta bisa membedakan baik dan buruk.
Hmm,,, mungkin kalian berpikir, tindakan seperti apa yang dianggap tidak terduga tapi tidak melanggar norma.
Berikut salah satu contohnya.
Suatu hari saya marah dan merajuk pada kakak saya. Saya pun terbawa emosi pada malam hari itu. Besok harinya saya bersikap seolah biasa saja dan langsung berangkat kerja.
Kenyataannya pagi itu saya pergi ke bandara dan kabur. Perlu di ketahui saya tinggal di sebuah kecamatan di Pulau Kalimantan. Hari itu saya kabur ke Singapura, ke luar negeri untuk pertama kalinya. Seorang wanita, sendirian, tidak ada teman yang dikenal di sana.
Saya berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Saya punya tabungan karena sudah bekerja dan jarang belanja. Dan hari itu saya kabur ke luar negeri untuk pertama kalinya karena ngambek pada kakak dengan alasan yang bagi sebagian orang cukup sepele.
Saat sudah sampai di Singapura, emosi saya sudah reda. Saya pun tetap berpenampilan muslimah dan bersikap wajar di sana. Hanya saja karena sudah terlanjur sampai rasanya sayang sekali jika langsung pulang. Saya putuskan untuk menjelajahi Singapura sendirian.
Jadi apakah saya memang seorang manik bipolar?
Jika diceritakan mungkin sebagian orang akan menganggap bahwa apa yang saya perbuat masih normal. Tapi bagi orang-orang di sekitar saya, mereka saya sadar bahwa cara berpikir saya kadang tidak normal. Perubahan mood yang terlalu cepat, yang kadang bisa mempengaruhi saya dalam pengambilan keputusan dan bertindak. Apa yang saya lakukan berbeda dengan kebanyakan orang.
Kadang saya berpikir ah, saya normal dan saya bukan seorang manik bipolar. Tapi mungkin saya memerlukan penjelasan terhadap berbagai tindakan tidak terduga yang saya lakukan dan perubahan mood yang memang kadang terlalu cepat. Maka saya pun harus mengakui bahwa saya mengidap manik bipolar.
Jangan berpikir saya menentukan sendiri bahwa saya memiliki manik bipolar berdasarkan artikel yang saya baca di internet.
Kenyataannya saya memang pernah didiagnosis oleh dokter spesialis demikian. Saya bahkan sempat minum obat selama setahun lebih. Hanya saja, setelah menjalani pengobatan di dokter, perubahan yang saya alami tidak banyak.
Bagi saya, manik bipolar sebagai salah satu gangguan kejiwaan tidak cukup hanya dengan minum obat. Terapi utamanya adalah dengan agama dan keluarga serta lingkungan.
Saya pun menerapkan itu semua kepada diri saya dan meninggalkan obat.
Orang tua saya sangat sabar bahkan dengan diagnosis yang saya miliki. Para sahabat mendukung saya dengan setiap keadaan saya. Dan saya pun berusaha mendekatkan diri kepada agama dan bergaul dengan orang-orang yang baik.
Hey,,, saya tidak serta merta memutuskan ini adalah yang terbaik bagi saya hanya karena saya malas minum obat.
Dalam keadaan normal, saya adalah orang yang berpendidikan. Bahkan saya meraih nilai A untuk mata kulaih gangguan kejiwaan. Saya pernah berinteraksi dengan para dokter dan pasien jiwa dalam keadaan normal. Dan saya memahaminya dengan benar.
Walaupun saya mengidap manik bipolar, perubahan mood yang ekstrim tidak terjadi setiap saat. Saya masih bisa berinteraksi normal dengan orang-orang di sekitar saya.
Hanya orang yang sangat dekat dan kenal lama dengan saya yang menyadarinya. Karena kejadian seperti contoh di atas hanya terjadi mungkin sekali dalam setahun atau beberapa tahun. Bukan sesuatu yang terjadi setiap hari. Tapi bukan pula sesuatu yang sanggup saya janjikan untuk tidak akan terulang lagi.
Oh, ya, saya tidak tergabung dengan grup manik bipolar manapun. Mengapa? Karena saya tidak mau mendengar curhat dari pengidap manik bipolar lainnya. Kesannya jahat ya?
Seorang manik bipolar tidak semestinya memiliki beban pikiran yang berat. Ketika saya stress dan terlalu banyak pikiran bisa memacu tindakan ekstrim. Oleh karenanya saya tidak akan membebani diri saya dengan masalah orang lain.
Saya lebih senang bergaul dengan orang normal. Supaya saya juga bisa bersikap normal. Dan saya mampu melakukannya.
Kenyataan bahwa saya mengidap manik bipolar hanya diketahui oleh keluarga dan sahabat terdekat saya. Bahkan bos saya bekerja yang sekarang tidak tahu.
Tak perlu memberitahukan semua orang bahwa kamu punya manik bipolar. Mereka hanya akan kepo tanpa mengerti apapun. Bikin repot saja.
Manik bipolar itu dalam permukaan hanya akan terlihat seperti orang yang suka ceria. Orang awam tidak akan serta merta mengetahui tentang manik bipolar yang kamu miliki. Cukup orang-orang terdekatmu yang tahu. Karena mereka lah yang akan membantu saat kamu dalam masalah.
Sudah 7 tahun saya lepas dari obat. Dan Alhamdulillah, saya baik-baik saja. Saya bahkan baru saja menikah. Dengan suami yang begitu penyabar. Sebelum menikah saya memang tidak cerita soal perubahan mood saya ini. Bukan karena saya ingin menipunya, tapi karena saya mempercayainya.
Setelah menikah saya ceritakan semuanya. Tanggapannya hanya, lucu. Cerita hidup saya dianggapnya lucu dalam artian, setiap orang punya kisah kocak mereka masing-masing. Dia mau menerima saya dengan segala kekurangan saya. Ada satu hal yang membuatnya mau sabar terhadap saya. Kerena dia juga orang yang beragama.
Jika setelah membaca artikel ini, kamu berpikir bahwa saya tidak mengidap manik bipolar tapi sebenarnya masih normal, saya tidak akan tersinggung dan justru malah senang. Berarti saya memang bisa bersikap normal.
*Tulisan ini adalah kiriman temannya teman saya.
*Tulisan ini adalah kiriman temannya teman saya.
Post a Comment
Post a Comment